Lahir : Lampadang, Aceh 1850
Wafat : Sumedang, 6 November 1908
Makam : Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat
Cut Nyak Dien
menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Namun pada suatu
pertempuran di Gletarum, Juni 1878, sang suami Teuku Ibrahim gugur. Kemudian
Cut Nyak Dien bersumpah hanya akan menerima pinangan dari laki-laki yang
bersedia membantu untuk menuntut balas kematian Teuku Ibrahim.
Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880, kemenakan ayahnya seorang pejuang Aceh yang cukup disegani Belanda. Sejak itu, Cut Nyak Dien selalu berjuang bersama suaminya (September 1893 – Maret 1896). Dalam perjuangannya, Teuku Umar berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai taktik untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang lainnya.Sementara itu, Cut Nyak Dien tetap berjuang melawan Belanda di daerah kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar akhirnya kembali lagi bergabung dengan para pejuang setelah taktiknya diketahui oleh Belanda.
Tanggal
11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh, namun Cut
Nyak Dien tetap meneruskan perlawanannya dengan bergerilya. Ia tidak pernah mau
berdamai dengan Belanda yang disebutnya “ Kafir- Kafir “. Perjuangannya yang
berat dengan cara gerilya keluar masuk hutan menyebabkan kondisi pasukan dan
dirinya amat mengkhawatirkan. Cut Nyak Dien akhirnya menderita sakit encok dan
matanya menjadi rabun. Merasa kasihan dengan kondisi demikian, para pengawal
Cut Nyak Dien akhirnya membuat kesepakatan dengan pihak Belanda, bahwa “Cut
Nyak Dien boleh ditangkap asal diperlakukan sebagai orang terhormat dan bukan
sebagai penjahat perang. “ sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering
kedatangan tamu-tamu sehingga Belanda menjadi curiga dan akhirnya
mengasingkannya ke Sumedang pada tanggal 11 Desember 1905.
Cut
Nyak Dien akhirnya wafat dipengasingan sebagai pejuang wanita berhati baja dan
ibu bagi rakyat Aceh.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus